WELCOME

Ignatius Eka Perwira Wicaksana

26 April 2011

Cermin Kebenaran

Sepulangnya dari malam itu, aku pulang ke rumah dalam keadaan terpuruk. Ku jatuhkan tubuhku ke tempat tidurku. Setelah sekian lama, aku menghadap cermin yang terpampang di sebelah pintu kamarku dan mulai memperhatikan diriku dengan seksama. Lalu aku beralih ke meja belajar mengambil secarik kertas binder dan pena. Dan mulai menulis ini.....

Malam ini, mungkin adalah malam terakhir dimana aku bisa menemuinya. Aku ingat sekali dengan betul tadi saat aku bertemu dengannya, ditemani suara gemericik air yang mengalir dari pancuran di taman itu, dengan gemerlap lampu yang redup, disinari oleh terang bulan dan bintang yang selalu berdampingan, aku dan dia duduk di sebuah kursi tua. Betapa romantisnya saat-saat itu, dan itu akan menjadi kenangan yang tak akan terlupakan bagi ku.

Mungkin suasana malam ini begitu indah dan romantis, namun tak seindah hatiku ini. Ya, hari ini, tepat malam ini, dia, memutuskan untuk tidak merajut hubungan lagi denganku, tak akan lagi. Tahu kenapa? Dia mengatakan bahwa aku tak seromantis yang dia inginkan, aku tak sebebas yang dia kira, aku tak sepeduli yang dia harapkan, dan aku tak sepeka yang dia kira. Aku hanya bisa menghadap cermin yang terpampang di samping pintu kamarku, melihat dengan seksama diriku dan mulai bertanya. Apa salahku? Apa kurang perjuanganku selama ini? Apa pengorbananku selama ini kurang baginya? Apakah benar semua yang dikatakan olehnya? Lama ku pandang diri ku yang ada di cermin itu dan aku mendapatkan sebuah terang baru dalam diriku. Inilah terang-terang itu....

Yang pertama, dengan terputusnya tali berduri ini, aku tak harus lagi mencurahkan banyak keringat dan tenaga untuk menggoes sepeda ontel ku melewati jalanan sejauh 10 km yang menanjak itu hanya untuk mengantarkanmu shopping, ke rumah teman, atau pergi ke pesta temanmu itu. Padahal aku serasa tak dianggap di sana.

Yang kedua, dengan berakhirnya hubungan ini, aku tak harus puasa makan siang berhari-hari untuk menyisihkan uang jajanku yang terbatas hanya untuk membelikanmu sebuah kado boneka teddy bear sebagai hadiah ulang tahunmu itu. Padahal aku tahu, bahwa seselesai pesta ulang tahunmu, kamu membuang boneka itu ke tong sampah.

Yang ketiga, dengan hilangnya kamu dari hidupku, aku tak harus diam-diam kabur dari rumah dan menghabiskan uang tabunganku hanya untuk jalan bersama denganmu, makan bersamamu, nonton bersamamu. Padahal aku sadar bahwa kamu tak pernah mengatakan terima kasih atas perjuanganku itu.

Yang keempat, dengan lepasnya ikatan ini, aku tak perlu lagi menemuimu di rumahmu malam-malam saat hujan deras hanya untuk memenuhi rasa rindumu akan bertemu aku. Walaupun pada akhirnya aku harus diusir dari rumahmu karena orang tuamu akan pulang.

Yang kelima, dengan ini pula, aku tak perlu harus membodohi orang tuaku, menipu orang tuaku akan hubunganku dengan mu ini.

Setelah mendapat terang-terang ini, aku menyadari 1 hal. Bahwa bukan kamulah yang terbebas dari ikatan tali berduri ini dan seharusnya lega dan senang. Namun akulah yang seharusnya lega dan senang karena terbebas dari tali berduri ini, karena dengan ini aku mulai mengerti semua kebodohan-kebodohan yang telah aku lakukan, perjuangan-perjuangan yang aku berikan, dan pengorbananku yang sia-sia selama ini.

Kini aku bahagia bisa mengerti semua kebenaran tersebut melalui cerminku ini. Ya, walaupun sudah tua, dia dapat memberikan terang-terang bagi bagiku. Sekarang, semua penderitaanku tergantikan oleh senyum bahagiaku. Sudah lama aku tak bisa tersenyum selepas ini. :)

Cinta

Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya 'cinta'. Ya, memang cinta itu seolah-olah surga untuk mereka yang sedang dilema cinta, namun cinta itu juga seolah-olah neraka bagi mereka yang dimabuk cinta. Lalu sebenarnya, apa itu cinta?

Cinta itu tidak pernah memandang apa pun, entah itu fisik, rohani, dll. Cinta itu datang dengan sendirinya kepada mereka yang mencarinya. Mungkin pada awalnya, kita tak menyadari bahwa cinta itu datang pada kita untuk dia. Namun, kita baru menyadarinya setelah kita jauh dari dia, ketika dia pergi dari kita. Sadarilah bahwa cinta itu datang pada kita, dan jangan sia-siakan akan hal itu.

Banyak orang bertanya,"kenapa sih kamu cinta aku?" Dan kita tahu banyak jawaban yang terlontar dari bibir kita, entah itu karena cantik/cakep, baik, pintar, kaya, dan bla bla bla...
Banyak orang mengatakan, jika kita cinta si dia karena dia baik, ramah, perhatian, itu berarti cinta sejati. Namun itu tidak berlaku untukku.

Cinta sejati tidak dipengaruhi oleh cakep/cantik, keren, baik, pintar, kaya, dan bla bla bla... Kita tidak tahu kenapa kita bisa cinta pada nya, kenapa kita bisa sayang pada nya, dan itulah yang kunamakan cinta sejati..

17 April 2011

I Love You

I love you..
Begitulah katanya..
Dengan untaian bunga dan iringan alunan musik..
Dihiasi gemerlap bintang yang bertebar di langit malam..
Mereka mengatakan itu..

I love you..
Begitu bunyinya..
Ditemani rintik hujan basahi wajahnya..
Dan diterangi sinar rembulan..
Kalimat itu yang terucap..

I love you..
Begitu mereka menyanyikannya..
Dengan suara petikan senar gitar yang indah..
Ditambah alunan suara emas yang menyentuh hati..
Mereka menyanyikannya..

I love you..
Begitulah yang ku katakan..
Begitulah yang ku ucapkan..
Tanpa senar gitar, dan suara emas..
Tanpa rintik hujan ataupun sinar rembulan..
Tanpa untaian bunga ataupun alunan musik..

I love you..
Walaupun tanpa semua itu..
Tapi aku masih memiliki hati ini..
Hati ku yang bernyanyi untuk mu..
Hati ku yang menyinari kita..
dan hati ku lah yang ku berikan untuk mu seorang..